0

MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP OPERASI HITUNG PERKALIAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS IV DI MI AL-IKHLAS SURABAYA

Posted by Unknown on 23.15
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP OPERASI HITUNG PERKALIAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA SISWA KELAS IV DI MI AL-IKHLAS SURABAYA

PROPOSAL
Oleh:
UMI LAILA
D07213040





PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
                 Pendidikan merupakan suatu cara pembentukan kemampuan manusia untuk menggunakan akal fikiran atau rasional mereka sebagai jawaban dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul pada masa yang akan datang. Pendidikan juga merupakan usaha yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan salah satu tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan yang baik kita akan mudah mengikuti perkembangan jaman pada masa yang akan datang, khususnya perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
                 Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika merupakan sarana berpikir dalam menentukan dan mengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencipta dan menguasai teknologi di masa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sedini mungkin. Mata pelajaran matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analistis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan bekerja sama.
                 Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok, mata pelajaran wajib yang ada di setiap jenjang pendidikan dasar sampai menengah. Matematika juga menjadi salah satu dari 3 mata pelajaran yang mulai tahun ajaran 2009/2010 dimasukkan dalam UNAS, sampai sekarang masih ada siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran matematika dan prestasi belajar matematika pun belum menunjukkan hasil yang optimal.
                 Siswa sekolah dasar mulai mengenal operasi hitung perkalian ketika berada di kelas II, seharusnya mereka sudah mengetahui konsep dasarnya ketika berada di kelas rendah dan sudah bisa mengaplikasikan konsep tersebut kedalam materi lainnya ketika berada di kelas yang lebih tinggi yaitu kelas IV, V dan VI. Kenyataannya siswa kelas IV yang termasuk kelas tinggi banyak yang belum menguasai, untuk mengerjakan perkalian 2 angka atau lebih mereka masih kesulitan. Kesulitan itu terlihat pada operasi hitung perkalian kita tes akhir pembelajaran matematika.
                 Menurut informasi yang diberikan oleh guru di MI AL-IKHLAS Surabaya khususnya kelas IV, terdapat permasalahan yang dihadapi oleh siswa, yaitu kurangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika pada perkalian bilangan cacah. Terlihat dalam mengerjakan soal, siswa tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk menghitung perkalian dengan cara yang lebih mudah. Pernyataan tersebut didukung pula pada hasil nilai ulangan harian siswa pada materi perkalian bilangan cacah, yaitu dari 24 siswa hanya 11 siswa yang tuntas belajar (sesuai KKM yaitu > 60) sedangkan 13 siswa tidak tuntas dalam pembelajaran matematika.
                 Berdasarkan hasil observasi, rendahnya nilai hasil belajar siswa di MI AL-IKHLAS Surabya disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih bersifat konvensional. Mata pelajaran yang diupayakan guru kelas atau guru mata pelajaran matematika belum menunjukkan sebagai suatu proses peningkatan pemahaman konsep belajar siswa. Proses pembelajaran masih bersifat verbalistik dan cenderung bertumpu pada aktivitas guru bukan pada aktivitas siswa atau juga disebut dengan teacher centered. Hal ini didukung hasil pengamatan peneliti yaitu adanya kecenderungan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang bersifat spekulatif, yang berakibat pembelajaran kurang menarik, dan sulit mencapai target prestasi yang ditentukan (KKM)
                 Untuk menjawab permasalahan diatas, diperlukan model pembelajaran yang sesuai dan tepat untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Maka dari itu peneliti akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap operasi hitung perkalian siswa kelas IV MI AL-IKHLAS dengan menggunkan model pembelajaran berbasis masalah.
                 Pada dasarnya terdapat beberapa model dalam pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Tetapi disini peneliti memilih untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan pemahaman siswa.
                 Berdasarkan permasalahan diatas, menjadi pendorong bagi peneliti untuk melakukan penelitian tentang “Meningkatkan Hasil Belajar terhadap Operasi Hitung Perkalian dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas IV di MI AL-IKHLAS Surabaya”

B.        Rumusan Masalah
                 Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana penerapan pendekatan kontekstual pada pelajaran Matematika dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap operasi hitung perkalian pada siswa kelas IV MI AL-IKHLAS Surabaya?
2.      Bagaimana peningkatan hasil belajar  terhadap operasi hitung perkalian dengan model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IV MI AL-IKHLAS Surabaya?
C.       Tujuan
                 Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.      Mengetahui penerapan pendekatan kontekstual pada pelajaran matekatika dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap operasi hitung perkalian pada siswa kelas IV MI AL-IKHLAS Surabaya
4.      Mengetahui  peningkatan hasil belajar terhadap operasi hitung perkalian dengan model pembelajaran berbasis masalah pada siswa kelas IV MI AL-IKHLAS Surabaya












BAB II
KAJIAN TEORI
A.    Pembelajaran Matematika
     Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didk dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran serta pembentukan sikap pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
     Matematika diartikan oleh Johnson dan Rising sebagai pola piker, pola mengorganisasi, pembuktian yang logic, bahasa yang menggunkan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat. Matematika menurut Erman Suherman adlah disiplin ilmu tentang tata cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun kualitatif[1]
     Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan peserta didik yang melibatkan pengembangan pola  berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien. Selain interaksi yang baik antara guru dan siswa tersebut, faktor lain yang mementukan keberhasilan pembelajaran matematika adalah bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut.
B.     Operasi pada Bilangan Bulat
1.      Pengertian Bilangan Bulat
     Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan cacah dan negatifnya, yang termasuk  dlam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4,… sehingga negative dari bilangan cacah yaitu -1,-2,-3,-4, … dalam hal ini -0 = 0 maka tidak dimasukkan lagi secara terpisah. Pada garis bilangan, letak bilangan bulat dapat dinyatakan sebagai berikut[2]
2.      Operasi pada bilangan Bulat
     Bilangan bulat merupakan gabungan dari himpunan bilangan asli, bimpunan bilangan asli negative, dan bilangan nol. Operasi pada bilangan bulat positif sama dengan operasi pada bilangan asli. Sedangkan untuk bilangan bulat yang salah satu atau keduannya bertanda negative ada aturan tertentu untuk mengoperasikannya.
     Operasi pada bilangan bulat berlaku pada penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
a.       Penjumlahan
Penjumlahan dua bilangan bulat cukup mudah dilakukan. Perhatikan saja tanda bilangan yang dijumlahkannya. Jika keduanya memiliki tanda yang sama, maka jumlahkan saja kedua bilangan tersebut dan tandannya mengikuti tanda yang sama  pada kedua bilangan yang dijumlahkan.
Contoh:
1 + 2 = 3
(kedua bilangan yang dijumlahkan bertanda positif, hasil penjumlahannya juga bertanda positif)
-1 + (-2) = -3
(kedua bilangan yang dijumlahkan bertanda negative, hasil penjumlahannya juga bertanda negative)
Jika tanda kedua bilangan berbeda, perhatikan bilangan mana (tanpa tanda) yang lebih besar. Cari selisihnya dan tanda hasilnya mengikuti tanda bilangan yang lebih besar (tanpa tanda).
Contoh:
-4 + 5 = 1
( 5 (bertanda positif) lebih besar dari 4 (tanpa tanda negative) dan selisih dari 4 dan 5 adlah 1, tanda hasilnya mengikuti tanda bilangan 5 (positif)
b.      Pengurangan
Pengurangan bilangan bulat sama dengan penjumlahan bilangan bulat dengan negative dari bilangan keduannya.
Rumus:
a – b = a + (-b)
-a – b = -a + (-b)
a – (-b) = a + (-(-b)) = a + b
-a – (-b) = -a + (-(-b)) = -a + b
c.       Perkalian
Perkalian bilangan bulat caranya mirip dengan perkalian pada bilangan asli tetapi tanda hasil perkaliannya mengikuti aturan tertentu.
Contoh:
1 x 3 = 3
d.      Pembagian
Pembagian  bilangan bulat caranya mirip dengan pembagian pada bilangan asli tetapi tanda hasil perkaliannya mengikuti aturan tertentu.
Contoh:
9 : 3 = 3
3.      Operasi Perkalian Bilangan Bulat
     Untuk mengetahui operasi perkalian pada bilangan bulat positif maupun negative perhatikanlah contoh-contoh berikut:
2 x (-6) = -12
3 x (-6) = -18
4 x (-6) = -24
3 x (-6) = 30
Berdasarkan contoh-contoh diatas dapat disimpulkan bahwa hasil kali bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negative adalah bilangan bulat negative. Dimana untuk setiap bilangan bulat a dan b selalu berlaku a x (-b) = -(a x b)
a.       Perkalian dua bilangan bulat negative
Contoh:
-1 x (-6) = 6
-2 x (-6) = 12
Berdasarkan contoh soal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil kali dua bilangan bulat negative adalah bilangan bulat positif. Dimana untuk setiap bilangan bulat a dan b selalu berlaku (-a) x (-b) = (a x b)
b.      Perkalian bilangan bulat dengan nol (0)
Contoh:
6 x 0 = 0
-6 x 0 = 0
Berdasarkan contoh diatas dapat disimpulkan bahwa untuk semua bilangan apabila bikalikan nol (0) hasilnya adalah nol.
C.    Pendekatan Kontekstual
           Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan  pendekatan yang memungkinkan sinswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan, baik di sekolah maupun diluar sekolah. Selain itu siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi. Apabila pembelajaran kontekstual diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan terlatih untuk dapat menghubungkan apa yang diperoleh di kelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada di lungkungannya.[3]
           Menurut Johnson pengertian dari pendekatan  kontekstual yaitu suatuproses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajarai dengan cara menghubungkannya dalam konteks lingkungan pribadinya, sosialnya,budayanya. Dari pegertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual atau biasa dikenal dengan sebutan Cntextual Teaching & Learning  (CTL) adalah konsep belajarar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinnya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dari konteks yang terbatas, seikit demi sedikit, dari proses pengkonstruksia itu sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
           System CTL mencakup delapan komponen berikut ini:
1)      Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
2)      Melakukan pekerjaan yang berarti
3)      Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri
4)      Bekerja sama
5)      Berpikir kritis dan kreatif
6)      Memahami individu yang tumbuh dan berkembang
7)      Mencapai standar yang tinggi
8)      Menggunakan penilaian autentik

           Karakteristik pembelajarn CTL menurut Atik Wintarti: bahwa ada beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu:
1)      Adanya kerja sama, sharing dengan teman dan saling menunjang
2)      Siswa aktif dan kritis, belajar dengan semangat, menyenangkan dan tidak membosankan, serta guru kreatif
3)      Pembelajaran terintegrasi menggunakan berbagai sumber.
4)      Dinding kelas dan lorong-lorong pnuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, diagram dll.
5)      Laporan kepada orangtua bukan sekedar rapor, akan tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum.
     Terdapat lima karakteristik yang penting dalam proses pembelajaran CTL, seperti dijelaskan oleh Dr.Wina Sanjaya sebagai berikut:
1)      Pembelajarn merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikin pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang  memiliki keterkaitan satu sama lain.
2)      Pembelajarn kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledgr) . pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, maksudnya pembelajarn dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3)      Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk difahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentangpengetahuan yang diperolehnya dan berdasrakan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4)      Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (appiliying kmowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikaikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
5)      Melakukan refleksi (reflection knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi.[4]
Terdapat tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yaitu:
1)      Konstruktivisme (constructivism)
Dalam CTL, strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsure yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa.
2)      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL. Melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Tentu saja unsure pembelajaran inquiry and discovery secara prinsip tidak banyak perbedaan, intinya sama yaitu model atau system pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing
3)      Bertanya (Questioning)
Unsure lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seorang selalu bermula dari bertanya. Penerapan unsure bertanya dalam CTL harus difasilitasi guru dlam pembelajaran, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru dapat dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.
4)      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman teman belajarnya. Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam CTL sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas memanfaatkan masyarakat belajar lain diluar kelas. Setiap siswa dibimbing dan diarahkan untuk mengembangkan rasa ingin tahunya melalui pemanfaatan sumber belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar di dalam kelas, akan tetapi sumber manusia lain di liar kelas (keluarga dan masyarakat)
5)      Pemodelan (Modelling)
Guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi sisa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Jadi, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternative untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6)      Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah berfikir kebelakangh tentang apa-apa ynag sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan sebelumnya, pada saat refleksi siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri. Melalui model CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimiliki seseorang siswa yang berada didalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengalikasikan pengetahuan, sikap danketerampilan pada dunia nyata yang dihadapinnya akan mudah diaktualisasikan manakala pengalaman belajar itu telah terinternalisasi dalam setiap jiwa siswa dan disinilah pentingnya menerapkan unsure refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran.
7)      Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
Tahap terkahir dari pembelajaran kotekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa.[5]

D.    Perkalian Bilangan Bulat dengan Pendekatan Kontekstual
           Berikut ini adalah contoh pendekatan kontekstual untuk perkalian terhadap bilangan 4. Pertanyaan dapat disampaiakan secara lisan. Peragaannya dengan gambar-gambar (ditempel di papan tulis), dan prosesnya dapat diikuti secara interaktif. Berikut adalah contoh pendekatan kontektual untuk perkalian terhadap bilangan 4.
1)      Mulai mengawali pembelajaran dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi (misalnya: anak-anak, coba sapi itu kakinya ada berapa? Kalau sapinya dua, banyak kaki seluruhnya ada berapa? Kalau sapinya tiga, banyak kaki seluruhnya ada berapa? ) setelah pertanyaan direspon dengan baik, guru kemudian dapat menempelkan gambar-gambar sapi yang telah disiapkan mulai dari 1 sapi, 2 sapi hingga 3 sapi
2)      Pastikan bahwa jawaban banyak kaki seluruhnya untuk 2 sapi = 8 dan 3 kaki = 12. Ada kemungkinan santara peserta didik yang satu dengan yang lainnya berbeda cara berpikirnya
3)      Guru kemudian memberi konfirmasi bahwa banyaknya kaki untuk:
1 sapi = 4 (sebab 4 adalah fakta)
2 sapi = 8 (sebab 8 = kaki sapi I + kaki sapi II = 4 + 4)
3 sapi = 12 (sebab 12 + kaki sapi I + kaki sapi II + kaki sapi III  = 4 + 4 + 4
4)      Selanjutnya guru memberikan arahan apabila 1 sapi kakinya 4 artinya banyak kaki seluruhnya untuk :
1 sapi = 1 x 4 … ( dibaca 1 kali 4)
2 sapi = 2 x 4 … (dibaca 2 kali 4)
3 sapi = 3 x 4 … ( dibaca 3 kali 4)
5)      Dari peragaan dan bentuk perkalian diatas dapat disimpulkan bahwa banyak kaki seluruhnya untuk :
1 sapi = 1 x 4 = 4
2 sapi = 2 x 4 = 8 dan seterusnya
     Untuk meningkatkan hasil belajar sisaw pada materi perkalian bilangan bulat, guru harus mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinnya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen pembelajaran kontekstual, yakni : konstruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questionening), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment).[6]
     Pada materi perkalian bilangan bulat dengan menggunakan  pendekatan kontekstual sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan esorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang mauk akal dan bermanfaat. Pemanduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa didalam pembelajarn kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam, dimana sisa kaya akan pemahaman maslah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara independent menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-maslah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka. Beberapa sebab pendekatan kontekstual dapat meningkatkan proses belajar siswa, sebab pendekatan tersebut berkenaan dengan manfaat pendekatan kontekstual dalam proses pembelajarn, antara lain:
1)      Pembelajarn kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan pengamat yang massif dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.
2)      Penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajarn akan sangat membantu guru untuk menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata.
3)      Memotivasi sisw untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan aplikaisnya dngan kehidupan mereka.
4)      Pembelajaran akan lebih berarti dan menyenangkan bagi siswa.
     Jadi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran pada materi perkalian bilangan bulat dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan pendektan kontekstual, materi pelajaran akan semakin berarti jika siswa mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka dan menemukan arti didalam proses pembelajarn. Melalui pendekatan kontekstual tersebut diharapkan siswa lebih aktif, kreatif serta dapat menguasai pengetahuan mata pelajaran matematika dengan baik.





[1] Heruman, Model Pembelajarn Matematika ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) hal: 22 - 25
[2] Djati Kerami, Kamus Matematika, (Jakarta: Balai pustaka, 2003) hal: 39
[3] Zainal Aqid, Model-model media dan Strategi Pembelajarn Kontekstual, (Bandung: Yrama Widya 2013) hal: 2
[4] Elaine Johnson, Contextual Teaching and Learning, (Bnadung: MLC, 2002) Hal: 86
[5] Rusman, Model-model pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,  2010)
[6] Zainal Aqid, Model-model media dan Strategi Pembelajarn Kontekstual, (Bandung: Yrama Widya 2013) hal: 7


0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 Laila Blogs All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.